OLENAS.ID – Sebuah seruan yang tidak biasa disampaikan oleh Endangered Species Fund, kelompok konservasi satwa liar China, pada awal September 2023.
Mereka menyerukan para sukarelawan untuk menyumbangkan makanan kepada hewan-hewan kelaparan yang dipelihara di sebuah kebun binatang yang berlokasi di Taman Dongshan, provinsi utara Liaoning, China.
Dilansir dari CNN, Kamis, 17 September 2023, kebun binatang ini dikelola oleh pemerintah setempat yang kehabisan dana, sehingga tidak mampu membiayai operasionalnya.
Dalam postingan di akun resmi Weibo-nya, mereka mengatakan, tak hanya binatang yang perlu bantuan makanan, para staf kebun binatang juga belum dibayar selama enam bulan.
Kebun binatang itu merupakan tempat tinggal bagi tiga rusa sika, enam beruang hitam, 10 alpaka, ratusan monyet dan burung.
Kebun binatang tersebut tidak memungut biaya masuk untuk para pengunjung, melainkan bergantung sepenuhnya pada dana negara.
“Masih ada anak beruang di kebun binatang yang perlu diberi makan, kuda betina akan melahirkan dan makanannya berkurang setengahnya,” tulisnya lagi.
Kebun binatang tersebut belum menerima uang selama enam bulan, menurut akun penggalangan dana tersebut.
Sebuah video yang diunggah media berita terkemuka di Cina, China Newsweek, menunjukkan pemberitahuan yang ditulis tangan dan dipasang di dalam kebun binatang tersebut. Isinya, “Kami belum membayar staf kami selama enam bulan. Hewan-hewan tersebut tidak mempunyai makanan dan akan segera mati kelaparan.”
Berita tentang hewan kelaparan itu menjadi viral. Pihak yang berwenang di China belum memberikan tanggapan atas hal itu.
Apa yang menimpa kebun binatang itu merupakan gejala krisis keuangan yang dihadapi banyak pemerintah kota dan provinsi di China.
Banyak pengeluaran dipangkas karena menghadapi tumpukan utang yang membengkak selama pandemi Covid-19. Ditambah lagi dengan kemerosotan sektor properti terburuk yang pernah terjadi di negara tersebut.
Krisis sektor properti itu membuat pemerina China kehilangan sumber pendapatan yang besar.
Sedangkan pemerintah daerah harus mengeluarkan miliaran dolar untuk pengujian massal dan lockdown guna menegakkan kampanye nol kasus Covid yang diusung Presiden Xi Jinping.
Willy Lam, peneliti senior di lembaga The Jamestown Foundation yang berbasis di Washington, memperkirakan total pinjaman bisa mencapai antara USD9 triliun atau sekitar Rp138 kuadriliun hingga USD12 triliun atau sekitar Rp184 kuadriliun.
Jumlah itu termasuk ‘utang tersembunyi’ yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan pemerintah daerah.
Lembaga keuangan ini adalah badan hukum yang dibuat di setiap kota di China untuk menghindari pembatasan pinjaman yang diberlakukan oleh pemerintah pusat di Beijing. Lembaga tersebut lalu digunakan untuk menyalurkan pendanaan ke proyek infrastruktur.
Lam mengatakan kepada CNN bahwa situasinya tampaknya “di luar kendali.” “Setengah dari pendapatan pemerintah daerah digunakan untuk membayar bunga hutang mereka,” katanya.
“Mereka harus melakukan segala cara untuk mendapatkan uang, oleh karena itu, restoran dan perusahaan lain akan dikenakan denda yang sangat besar.”
Akibatnya, pemerintah bertindak ekstrem untuk mengumpulkan dana, termasuk mendenda restoran karena menyajikan mentimun tanpa izin, dan mendenda pengemudi truk karena membawa muatan yang terlalu berat.
Di Wafangdian, kota tempat kebun binatang itu berada, seorang pegawai pemerintah yang dikutip oleh Paper.cn mengatakan pendanaan telah tertunda karena “tekanan fiskal” di kota tersebut.
Pada Juni 2023, tiga restoran di Shanghai didenda masing-masing 5.000 yuan atau sekitar Rp 10 juta karena menyajikan irisan mentimun di atas mi dingin tanpa izin yang memicu keributan.
“Ini adalah hukuman yang berat karena alasan yang tidak masuk akal,” kata salah satu pengguna di Weibo, platform X versi Tiongkok, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.
“Mengapa merugikan usaha kecil yang paling lemah?” tambah pengguna lain.
Para pengguna akun Weibo tersebut juga mengatakan bahwa kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah regional China adalah denda sewenang-wenang untuk menambah pendapatan pemerintah. ***






