Beranda Nasional Asuransi Kebencanaan, Wacana Krusial yang Harus Ditindaklanjuti

Asuransi Kebencanaan, Wacana Krusial yang Harus Ditindaklanjuti

2
0

Digagas asuransi kebencanaan karena Indonesia berada di ring of fire. OLENAS.ID – Pemerintah Daerah (Pemda) DI Yogyakarta memberikan masukan adanya gagasan asuransi kebencanaan yang akan menanggung biaya pemulihan akibat bencana alam dan perlindungan sosial. Pasalnya biaya pemulihan akibat bencana sampai saat ini masih menjadi beban negara dalam penggunaan dana ABPN.

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset DIY Wiyos Santosa menuturkan keberadaan asuransi kebencanaan merupakan hal baru di Indonesia.

Hal tersebut penting dilakukan karena predikat Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki berbagai jenis kebencanaan. Terlebih dengan posisi Indonesia yang berada di ring of fire.

Baca Juga: Takut Kendor, YouTuber Taiwan Lyla Ho Menolak Menyusui Bayinya Yang Baru Lahir

“Lewat asuransi ini kita harapkan bagaimana bencana alam tak jadi beban pemda maupun pemerintah tapi bisa terkover asuransi. Banyak bencana yang terjadi, selama ini kita recovery pakai APBD atau APBN yang tentu berat,” kata dia saat ditemui dalam acara Seminar on Disaster Risk Financing and Insurance and Adaptive Social Protection Implementation in Indonesia, Senin, 10 Juli 2023.

“Adanya seminar ini tentu kita menjadi lebih tahu skema pembiayaan kebencanaan,” ujar Wiyos lagi.

Wiyos menambahkan pembahasan terkait asuransi kebencanaan merupakan hal baru di Indonesia. Sehingga, bagi DIY siap mengikuti program asuransi kebencanaan apabila nantinya ada perusahaan yang memiliki produk pembiayaan bencana.

Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan RI Parjiono menambahkan seminar ini diselenggarakan dengan urgensi besar karena berbagai bencana yang ada di Indonesia.

Baca Juga: BNPT Dalami Hubungan Al Zaytun dan NII

Bahkan, BNPB mencatat lebih dari 300 ribu unit rusak akibat bencana dengan besarnya kerugian ekonomi.

Pemerintah lantas menyusun strategi pembiayaan dampak kebencanaan dengan tujuan meningkatkan kemampuan pembiayaan dan membangun resiliensi ekonomi.

Menurut dia penyelenggaraan seminar yang diadakan di Yogyakarta memiliki relevansi yag cukup. Bencana gempa bumi yang terjadi beberapa hari lalu saja, telah menimbulkan kerugian 137 rumah dan 35 fasilitas umum mengalami kerusakan, Sedangkan gempa besar pada 2006 yang menyebabkan kerugian Rp29 triliun.

“Sayangnya saat itu belum ada strategi pembiayaan resiko bencana. Kerugian yang ditransfer ke asuransi hanya Rp300 miliar atau 1 persen saja, yang membuat biaya kerusakan ditanggung APBD dan APBN,” tambah Parjiono.

Karena itu, imbuhnya, kemudian pemerintah menginisiasi pembiayaan risiko kebencanaan. “Indonesia berusaha meningkatkan pemahaman baik di level nasional maupun kawasan Asean. Pembicara berkompeten hadir yang harapannya bisa membangun pemahaman secara komplit terkait hal ini,” kata dia.***