Beranda Berita Hanya di Korea Utara, Bayi Dua Tahun Dihukum Seumur Hidup

Hanya di Korea Utara, Bayi Dua Tahun Dihukum Seumur Hidup

2
0

Kim Jong Un Eksekusi 2 Remaja Korea Utara | Foto: KCNA / AFP - Getty Images

OLENAS.ID – Korea Utara benar-benar negara langka, dengan rezim otoriter yang punya aturan tidak masuk akal bagi negara lain. 

Seperti baru-baru ini ada kabar langka dari Korut. Tentang seorang bayi berusia 2 tahun yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Dilansir dari New York Post, para pejabat Korut menemukan bayi itu sedang memegang alkitab milik orangtuanya.

Di negara Kim Jong Un itu, warga yang membawa atau memiliki salinan Alkitab akan menghadapi hukuman mati. Bagi anak-anak, hukumannya penjara seumur hidup.

Tak pandang bulu, bocah berusia dua tahun yang tak tahu apa-apa itu kemudian ikut ditangkap untuk dibui.

Seluruh keluarga, termasuk bayi berusia dua tahun itu sudah dipindahkan ke kamp penjara untuk menerima hukumannya.

Dalam catatan International Religious Freedom Report dari AS, sebanyak 70.000 warga Korut menganut agama kristen dan dipenjarakan.

“Hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama (di Korut) juga terus ditolak, tanpa ada sistem kepercayaan alternatif yang ditoleransi oleh pihak berwenang,” kata Sekretaris Jendral PBB, Antonio Guterres, Juli 2023 lalu.

Menurut Guterres, situasi di Korea Utara tidak berubah sejak laporan hak asasi manusia tahun 2014, yang menemukan bahwa pihak berwenang hampir sepenuhnya menyangkal hak atas kebebasan berpikir, hati nurani dan agama.

PBB juga menemukan bahwa pemerintah sering melanggar hak asasi manusia, yang mana menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan.

Laporan tahun 2022 menemukan bahwa pemerintah Korut terus mengeksekusi, menyiksa, dan menangkap orang secara fisik karena kegiatan keagamaan.

LSM Korea Future pada Oktober 2021 merilis laporan yang merinci pelanggaran kebebasan beragama setelah mewawancarai 224. Dari para korban didapati 91 orang beragama kristen, 150 orang shamanisme dan satu orang cheondoisme, satu orang agama lainnya.

Usia para korban berkisar dari 2-80 tahun. Sementara itu 70 persen korban yang berhasil didokumentasikan adalah wanita dan anak.

Mereka akan ditangkap, ditahan, kerja paksa dan disiksa. Tak sedikit yang masuk pengadilan tapi ditolak, tapi kemudian mereka malah jadi sasaran kekerasan seksual dan eksekusi publik.

Menurut pengakuan tahanan yang dibebaskan pada tahun 2020, pihak berwenang (pemerintah Korut) memperlakukan orang Kristen dengan siksaan paling keras.

Mereka bahkan pernah memaksa berdiri selama 40 hari berturut-turut, sehingga narapidana kehilangan kemampuan untuk duduk.

“Umat Kristiani dianggap sebagai anak tangga terendah dalam masyarakat Korut dan terus menerus rentan dan dalam bahaya,” kata korban dalam wawancara bersama Radio Free Asia.

Kisah itu diungkapkan oleh Laporan Kebebasan Beragama Internasional Departemen Luar Negeri AS.

Mereka mengklaim bahwa ada balita dan keluarganya sedang dikurung karena keyakinan agama mereka.

Ada lagi yang lebih parah, ternyata di sana ada regu eksekusi tembak mati kepada wanita dan cucunya pada tahun 2011 karena hal yang sama.

Belum lagi jika masuk ke perkemahan konsentrasi penyiksaan itu bisa di “siksa merpati”, dimana mereka digantung dengan tangan terikat di belakang punggung, tidak dapat duduk atau berdiri selama berhari-hari.

Dilansir dari Metro pada Jumat (26/5/2023), seorang saksi bercerita kepada Deplu AS:

“Itu (siksa merpati) adalah siksaan yang paling menyakitkan.

“Sangat menyakitkan, saya merasa lebih baik mati.”

Beberapa disiksa dengan larangan tidur, termasuk seorang wanita di sel isolasi diminta untuk habisi diri sendiri pada tahun 2020, karena penjaga penjara menolak untuk membiarkannya tidur.

Publikasi baru mengatakan beberapa orang Kristen Korea Utara menyembunyikan iman mereka dari anak-anak mereka.

LSM lain, Korea Future, mengatakan anak-anak diajarkan di sekolah tentang “perbuatan jahat” misionaris Kristen.***

 

“Seorang pembelot Korea Utara mengatakan kepada Korea Future bahwa pemerintah menerbitkan novel grafis di mana orang Kristen membujuk anak-anak ke gereja dan membawa mereka ke ruang bawah tanah untuk mengambil darah mereka.”

Sementara sebagian besar kasus penganiayaan agama yang didokumentasikan oleh Korea Future menargetkan mereka yang mempraktikkan perdukunan, orang Kristenlah yang biasanya menerima hukuman terberat.

Orang beragama di Korea Utara juga sering dianggap sebagai “kelas yang bermusuhan” dan “ancaman serius terhadap kesetiaan kepada negara”, kata laporan itu.

Secara resmi, Korea Utara menjamin kebebasan beragama rakyatnya dalam konstitusinya dan rezim tersebut menyoroti gereja-gereja yang dibangunnya di Pyongyang sebagai bukti.

Tetapi publikasi mengatakan gereja-gereja ini hanya beroperasi sebagai “pajangan untuk orang asing”.

Pengakuan saksi Amerika Serikat

Ray Cunningham, dari Illinois, AS, mengunjungi Gereja Protestan Chilgol di Pyongyang selama kebaktian.