OLENAS.ID – Berbagai cara dilakukan oleh pengembang untuk menyakinkan korbannya agar membeli rumah yang ditawarkannya. Salah satu caranya yakni menjanjikan korbannya untuk dapat mengubah sertifikat dari hak guna bangunan (HGB) menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) setelah diperpanjang selama 3 kali.
Bahkan, akibat mafia tanah kas desa yang menjadikan lahan desa menjadi perumahan itu korbannya mengalami kerugian hampir puluhan miliar.
Hal itu terkuak dari hasil penerimaan aduan Tim Pelaksana Lapangan LKBH Universitas Proklamasi 45 yang disampaikan ke wartawan, Sabtu, 27 Mei 2023.
Ana Riana selaku Tim Pelaksana Lapangan LKBH UP 45 menuturkan setelah posko aduan mafia tanah kas desa dijadikan lahan desa menjadi perumahaan dibuka, korban yang telah mengadu sudah mencapai 200 orang.
Ternyata korban-korban itu berasal dari luar Yogyakarta, seperti Jakarta, Bandung, Kalimantan, Sumatera bahkan hingga ada yang berasal dari Papua.
“Meskipun mayoritas korban dari luar Yogyakarta, dari Yogyakarta sendiri pun juga ada yang merasa di tipu oleh pengembang tersebut,” jelasnya saat diwawancarai.
Rian menjelaskan, para korban penipuan tersebut tersebar dari beberapa lokasi perumahan di Kabupaten Sleman, yakni ada yang Maguwo, Condongcatur, Caturtunggal, dan Candibinangun. Untuk total kerugian diperkirakan mencapai lebih dari Rp 30 Miliar.
Ternyata, lanjut Rian, pengembang dalam menawarkan kepada korbannya juga ada yang berwujud Hak Guna Bangunan (HGB). Tetapi oleh pengembang, HGB itu dapat diubah menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) setelah melakukan perpanjangan selama tiga kali.
“Jadi, HGB itu bisa menjadi SHM setelah para korban melakukan perpanjangan selama 3 kali. Perpanjangan sendiri selama 20 tahun. Sehingga kalau di total selama 60 tahun baru bisa menjadi hak milik. Hal itulah yang membuat para korban tergiur,” tambahnya.
Selain itu, dalam Surat Perjanjian Investasi (SPI) terkuak bahwa yang ditawarkan oleh korban yakni tanah yang dipakai pembangunan perumahan itu peruntukannya untuk area singgah hijau. Menurutnya, area singgah hijau tersebut tidak bisa digunakan sebagai perumahan.
“Setelah ratusan korban mengadu kepada kami, maka kami akan berupaya melakukan non-litigasi dengan pengembang secara baik-baik untuk dapat bertanggung jawab terhadap yang sudah diperbuatnya. Tetapi jika itikat baik itu tidak bisa, kami akan melanjutkan ke upaya hukum, baik itu pidana atau perdata,” tandasnya.***










