OLENAS.ID – Viral, ritual thudong atau tradisi berjalan kaki para biksu dari Thailand ke Magelang, Indonesia menuju Candi Borobudur. Masyarakat di setiap daerah yang dilalui menyambut para biksu. Mereka diperkirakan tiba Magelang pada 2 Juni 2023 untuk menyambut Hari Raya Waisak di Candi Borobudur.
Para biksu sesungguhnya tak ingin viral. Mereka biasa berjalan kaki menempuh perjalanan ratusan atau bahkan ribuan kilometer menuju tempat peribadatan atau vihara untuk berdoa.
Begitu pula saat para pendeta Buddha ini menyambut Waisak di Borobudur. Para biksu pun berjalan kaki menuju candi Buddha terbesar di dunia ini.
Baca Juga: Penjualan Macbook Menurun, Apple Pikir Ulang Gunakan Layar OLED?
Mereka berangkat dari Nakhon Si Tammarat, Thailand Selatan, sejak 23 Maret 2023 dan diperkirakan sudah berada di Magelang pada 2 Juni 2023. Selanjutnya, para pendeta menyambut Waisak pada Minggu, 4 Juni 2013.
Menurut biksu Bhante Dhammavuddho thudong merupakan tradisi berjalan yang sudah dilakukan oleh Buddha dan para muridnya sejak zaman dulu.
Pada saat itu belum ada vihara, sehingga para biksu harus tinggal di hutan, gunung, maupun gua. Ini menjadikan mereka selalu berjalan kaki saat melakukan perjalanan jauh.
“Tujuan dari thudong adalah agar para biksu mampu melatih kesabaran. Sebab kesabaran adalah praktik dhamma paling tinggi yang diajarkan Buddha,” tutur Bhante.
Baca Juga: Duta Sheila On 7 Tentang Keharmonisan Rumah Tangga : Mulai Dari Diri Saya Dulu
“Mereka terkena panas, hujan, dan makan satu hari satu kali. Mereka juga minuman seadanya,” ujar dia lagi.
Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas memeluk Islam memang kurang memahami ritual thudong yang tentu saja juga dilakukan para biksu di Indonesia. Tak heran bila mereka kemudian menyambut hangat saat perjalanan para biksu melalui daerah mereka.
Peran Bhante Kantadhammo dan Laskar Macan Ali
Thudong dilaksanakan dalam rangka menyambut Hari Raya Waisak tahun 2567 BE (Buddhist Era) yang berlangsung secara nasional pada 4 Juni 2023. Ritual thudong yang baru pertama di Indonesia ini diikuti 32 biksu asal Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia.
Di balik perjalanan para biksu sejauh ribuan kilometer ternyata ada yang menginisiasinya.
Ya, biksu asal Indonesia, Bhante Kantadhammo atau Bhante Wawan yang menggagas pelaksanan ritual thudong. Gagasan itu disampaikan setelah bermusyawarah dengan para biksu lainnya.
Selain itu, pelaksanaan thudong di Indonesia tak lepas dari peran Laskar Macan Ali. Pasalnya laskar tersebut yang ikut merencanakan perjalanan thudong para biksu.
Bahkan anggota Laskar Macan Ali, Ki Onto Nogo Rodjo, rutin mengunggah perkembangan dari pelaksanaan thudong di salah satu video di kanal Youtube.
Dalam youtubenya, Prabu Diaz, Panglima Tinggi Laskar Macan Ali menceritakan bahwa rencana thudong ini telah dirilis sejak 2019.
Ketika itu dirinya dan Bhante Wawan bertemu dan merencanakan thudong. Untuk melaksanakan thudong di Indonesia mereka belajar dari negara lain. Dikatakan bahwa Bhante Wawan pergi ke India untuk mempelajari lebih dalam soal thudong. Sedangkan dirinya ke Kathmandu, Nepal.
“Saya, Prabu Diaz, dan beliau merancang thudong tahun 2019. Untuk mempersiapkan semuanya, beliau ke India dan saya ke Kathmandu. Ini untuk mempelajari thudong. Karena pandemi kegiatan thudong akhirnya tertunda dan baru dilaksanakan tahun ini,” ucap Prabu Diaz.
Laskar Macan Ali berperan dalam pengawalan para biksu di sepanjang jalan. Komunitas yang memiliki banyak anggota di seluruh Indonesia itu secara bergantian melakukan pengawalan dari tiap kota yang dilalui biksu. Bahkan Prabu Diaz dikatakan telah melakukan pengawalan sejak dari Thailand. Selain itu dirinya turut mendanai ritual thudong tersebut.
Selain relawan dari Laskar Macan Ali, Yayasan Maha Kassapa Thera di Cirebon juga memegang peran penting. Pasalnya, Yayasan Maha Kassapa merupakan pihak penyelenggara yang mengajukan izin kepada Presiden dan Kapolri terkait pelaksanaan thudong tersebut.
Dalam unggahan Instagram Ki Onto Nogo Rodjo, terlihat bahwa pelaksanaan ritual thudong ini telah memecahkan Rekor MURI sebagai “Perjalanan Thudong Melewati Negara Terbanyak”.
Piagam penghargaan tersebut dianugerahkan kepada Yayasan Maha Kassapa Thera selaku penyelenggara international thudong tersebut. Selain Piagam, terlihat medali berwarna emas yang didapatkan Yayasan Maha Kassapa Thera.
Sebagai penyelenggara, yayasan yang berlokasi di Cirebon itu kerap membagikan jadwal perjalanan serta jalur yang dilalui para biksu. Ini memudahkan umat Buddha yang hendak melakukan Pindapatta. Pindapatta sendiri merupakan tradisi para Buddha menerima makanan dari para umat.
Banyak umat Buddha yang berterima kasih kepada seluruh pihak-pihak yang telah membantu terselenggaranya internasional thudong di Indonesia. Salah satunya yang disampaikan oleh organisasi Young Buddhist Association dalam akun twitter @ybaindonesia.
“Terimakasih juga ada Organisasi Masyarakat Macan Ali yang selalu menemani perjalanan para Bhante semoga rekan-rekan saudara dari Macan Ali diberkahi kesehatan dan keselamatan pula,” tulisnya.***










