OLENAS.ID – Ditemukannya dua produk mie instan asal Indonesia dan Malaysia, yang diduga mengandung karsinogen atau zat pemicu kanker, mengundang geger. Malaysia sudah menarik peredaran mie tersebut.
Departemen Kesehatan Pemerintah Kota Taipei pada Senin, 24 April 2023 melaporkan bahwa beberapa bungkus mie buatan Indonesia tersebut ditemukan bersifat karsinogenik melalui hasil inspeksi acak. Penemuan itu dilakukan otoritas setempat terhadap 30 produk mi instan tahun 2023.
Dua produk mie temuan Taiwan itu adalah Indomie Special Chicken Flavor (Indomie Rasa Ayam Spesial), dan Ah Lai White Curry Noodles (Mie Kari Putih ah Lai) dari Malaysia.
Dilaporkan beberapa bungkus Indomie yang diperiksa memiliki kadar etilen oksida yang berlebihan, sehingga mampu meningkatkan risiko limfoma, leukimia, kanker perut dan payudara.
Kandungan yang sama juga ditemukan pada beberapa produk makanan instan dari Malaysia yang dijual di Taiwan.
Bagaimana nasib produk Indomie yang dijual di Tanah Air, jika beberapa bungkus Indomie yang diimpor ke Taiwan ditemukan zat pemicu kanker?
Kepala BPOM RI, Penny K Lukito mengimbau agar masyarakat Indonesia tenang lantaran Indomie di negara asalnya aman dikonsumsi.
Ini karena produk Indomie masih memenuhi syarat keamanan dan mutu produk sebelum diedarkan secara luas.
Taiwan, lanjut Penny memiliki standar yang berbeda dengan Indonesia kala mengukur kandungan etilen oksida di makanan.
“Kadar 2-CE yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan (0,34 ppm). (Angka) itu masih jauh di bawah BMR 2-CE di Indonesia dan di sejumlah negara lain, seperti Amerika dan Kanada,” kata Penny dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 27 April 2023.
Mitigasi Risiko
Meski begitu, BPOM minta agar Indofood tetap tetap melakukan mitigasi risiko terhadap kandungan zat berbahaya lainnya. Ini demi mencegah kejadian tersebut terjadi di Tanah Air.
“BPOM memerintahkan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk untuk melakukan mitigasi risiko. (Langkah itu) guna mencegah terjadinya kasus berulang,” tegas BPOM.
BPOM memberikan pedoman mitigasi risiko sebagai berikut:
1. Menjaga keamanan, mutu, dan gizi produk pangan olahan yang diproduksi dan diekspor serta memastikan bahwa produk sudah memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor.
2. Memastikan penanganan bahan baku yang digunakan untuk seluruh produk baik lokal maupun ekspor agar tidak tercemar EtO.
3. Melakukan pengujian residu EtO di laboratorium terakreditasi untuk persyaratan rilis produk ekspor dan melaporkan kepada BPOM,
Terkait dengan penanganan bahan baku, BPOM menyarankan tindakan sebagai berikut:
Memilih teknologi pengawetan bahan baku dengan menggunakan metode non fumigasi seperti sterilisasi uap pada pra-pengapalan,
Meminimalkan penggunaan bahan tambahan pangan yang mengandung residu EtO pada proses produksi dan/atau menggunakan teknik pengolahan suhu tinggi untuk memastikan EtO menguap maksimal.***








