Beranda Berita Tanggapan Kemenkeu Atas Curhatan Soimah, Malah Kagum Dengan Kesabaran Petugas KPP Bantul

Tanggapan Kemenkeu Atas Curhatan Soimah, Malah Kagum Dengan Kesabaran Petugas KPP Bantul

1
0

Staf khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo

OLENAS.ID – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menanggapi keluhan aktris Soimah Pancawati, yang mendapat perlakuan oleh petugas pajak dengan tidak menyenangkan. Bahkan ia merasa diperlakukan seperti koruptor. 

Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo memberikan respon atas keluhan Soimah itu.

Yustinus mengaku telah meneliti dengan tenang, menggali, dan merekonstruksi.

”Saya geledah ingatan para pejabat dan pegawai yang pernah terlibat, bertugas di KPP Pratama Bantul.”

“Saya ikut membongkar arsip, catatan, korespondensi, dan berbagai tindakan. Saya coba teliti dan telaten, satu per satu diurai lalu dibangun kembali konstruksi kasusnya,’’ jelas Yustinus, Sabtu, 8 April 2023.

Dia amat berhati-hati dalam mengeluarkan statement. Terlebih jika perlakuan tidak menyenangkan itu dialami Soimah, dia tentu memahami betul bahwa artis yang juga pesinden itu layak marah.

Yustinus mengaku sudah berniat mencari dan bicara dengan Soimah sejak sebulan lalu, ketika TikTok-nya menyebar.

Yustinus lalu menanggapi kronologi peristiwa yang ada. Pertama, mengenai kisah pada 2015 ketika Soimah membeli rumah. ‘

‘Mengikuti kesaksiannya di Notaris, patut diduga yang berinteraksi adalah petugas BPN dan Pemda, terkait dengan balik nama dan pajak-pajak terkait BPHTB yang merupakan domain Pemda. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) biasanya hanya memvalidasi.’’

Kedua, tentang kedatangan petugas pajak yang membawa debt collector, masuk rumah melakukan pengukuran pendopo, termasuk pengecekan detail bangunan. Hasilnya, nilai bangunan ditaksir Rp 4,7 miliar, bukan Rp 50 miliar seperti diklaim Soimah.

Dalam laporannya sendiri, Soimah menyatakan pendopo itu nilainya Rp 5 miliar. Kesimpulan dan rekomendasi petugas pajak tersebut bahkan belum dilakukan tindak lanjut. Artinya PPN terutang 2 persen dari Rp 4,7 miliar itu sama sekali belum ditagihkan.

”Kenapa membawa “debt collector”? bagian ini saya belum paham betul, berusaha mengunyah,’’ jelas Yustinus.

Kantor Pajak, tambahnya, menurut UU sudah punya ‘debt collector’, yaitu Juru Sita Pajak Negara (JSPN).

“Mereka bekerja dibekali surat tugas dan menjalankan perintah jelas: ada utang pajak yang tertunggak. Soimah sendiri tidak pernah diperiksa kantor pajak dan tercatat tak ada utang pajak, lalu buat apa didatangi sambil membawa debt collector?.’’ t

Bagi JSPN, tak sulit menagih tunggakan pajak tanpa harus marah-marah. Ia bisa menerbitkan Surat Paksa, Surat Perintah Melakukan Penyitaan, memblokir rekening, lalu melelang aset atau memindahkan saldo rekening ke kas negara.

“Kesaksian semua petugas pajak yang berinteraksi, mereka tak pernah bertemu Soimah. Hanya keluarga atau penjaga rumah. Terakhir dengan konsultan pajak.”

“Patut diduga ini bersumber dari cerita pihak lain, yang merasa gentar dan gemetar. Lagi-lagi, saya berprasangka baik dan sangat ingin mendudukkan ini dalam bingkai pencarian kebenaran yang semestinya.’’ 

Ketiga, soal keluhan Soimah ketika dihubungi petugas pajak yang seolah dengan cara tidak manusiawi mengejar untuk segera melaporkan SPT di akhir Maret 2023 ini.

“Saya pun sudah mendengarkan rekaman percakapan Soimah dan juga chat WA dengan petugas pajak. Duh…saya malah kagum dengan kesabaran dan kesantunan pegawai KPP Bantul ini,’’ jelasnya.

Menurut Yustinus, meski petugas pajak tersebut punya kewenangan, namun yang bersangkutan justru tak sembarangan menggunakannya. Petugas tersebut hanya mengingatkan bahkan menawarkan bantuan jika Soimah kesulitan.

“Ternyata itu dianggap memperlakukan seperti maling, bajingan, atau koruptor. Hingga detik ini pun meski Soimah terlambat menyampaikan SPT, KPP tidak mengirimkan teguran resmi, melainkan persuasi,’’ tutur Yustinus.

Soimah mesti bersyukur penghasilannya cukup tinggi, sehingga menurut UU Pajak sudah harus menyelenggarakan pembukuan untuk menghitung pajak.

“Yang tahu semua ini ya Soimah: berapa uang yang didapat, berapa biaya dikeluarkan. Rumit dan ribet? Iya juga sih. Tapi itulah konsekuensi aturan dan administrasi agar adil. UU tak bisa membedakan orang per orang, maka dibuat standar yang dijalankan jutaan orang wajib pajak.’

“Mungkin ada benarnya kata seorang pakar: pajak itu hal tak mengenakkan yang harus ada supaya negara tetap berdiri tegak,’’ kata Yustinus. ***