OLENAS.ID – Jumenengan Mangkoenegoro X atau peringatan raja naik tahta dirayakan dengan serangkaian upacara tradisi, di antaranya kirab agung dan wisudan ratusan abdi dalem Istana Mangkunegaran serta pagelaran tari sakral “Bedhaya Anglir Mendhung” di Solo.
Tepat satu tahun GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo naik tahta sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario (KGPAA) Mangkoenagoro X. Dirinya mendapat gelar Sampeyan Dalem Ingkang Jumeneng Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara X.
Peringatan naik tahta yang dalam tradisi istana disebut “Tingalan Wiyosan Jumenengan” atau cukup “Jumenengan” saja akan digelar di Pendapa Ageng Istana Mangkunegaran, Rabu, 1 Maret 2023.
Baca Juga: Juergen Klinsmann Telah Kembali, Jadi Pelatih Timnas Korsel
GRAj Ancillasura Marina Sudjiwo, kakak kandung Mangkoenagoro X, menuturkan rangkaian prosesi “Jumenengan” berdasarkan tradisi yang berlaku di istana Pura Mangkunegaran.
“Dalam tradisi Mangkunegaran, Tingalan Jumenengan selalu menampilkan tari Bedhaya Anglir Mendhung. Dalam Jumenengan juga diadakan wisudan terhadap para abdi dalem yang belum mendapatkan pangkat. Ada sekitar 200 abdi dalem yang akan diwisuda,” kata Marina Sudjiwo yang akrab disapa Gusti Sura kepada media di Bangsal Tosan, Senin, 27 Februari 2023.
Menurut Gusti Sura yang bertindak sebagai ketua panitia Jumenengan, prosesi “Tingalan Wiyosan Jumenengan” tahun ini berbeda dengan semasa mendiang KGPAA Mangkunegara IX. Jumenengan Gusti Bhre Mangkoenagoro X digelar kirab agung keliling bagian luar tembok istana.
Kirab agung menggunakan kereta kencana yang diikuti para kerabat istana, abdi dalem dan “bregodo” prajurit Istana Mangkungaran. Ini juga merupakan salah satu tradisi di Pura Mangkunegaran.
Baca Juga: Konten Dance Dokter Bikin Heboh dan Dihujat, Jerome Polin Klarifikasi dan Minta Maaf
Putri sulung mendiang KGPAA Mangkunegoro IX itu mengatakan bila kirab agung terakhir kali dilaksanakan saat KGPAA Mangkunegoro VII bertahta.
“Ini dengan merujuk pada sejarah Pura Mangkunegaran. Kirab agung terakhir kali digelar saat bertahtanya KGPAA Mangkunegoro VII. Jadi kami sebagai generasi muda penerus trah Mangkunegaran berupaya meneruskan tradisi leluhur,” kata Gusti Sura yang didampingi sesepuh kerabat Mangkunegaran, KPH Tjoek Susilo dan Pengageng Wadana Satrio, KPH Lilik Priarso.
“Kirab pada tradisi Jumenengan diadakan untuk melestarikan atau dalam bahasa Jawa ngleluri warisan budaya leluhur,” ujar dia.
Prosesi “Jumenengan” dilaksanakan pada Rabu pagi yang diawali dengan pagelaran tari “Bedhaya Anglir Mendhung” serta wisudan abdi dalem.
Selanjutnya, pada siang hari dilaksanakan kirab agung dengan rute mengitari istana sampai ke jalan protokol Slamet Riyadi. Dari situ, kirab kembali ke istana lewat Koridor Ngarsopuro.
Para prajurit Pura Mangkunegaran, di antaranya Bregodo Sorogeni dan Bregodo Irotomo akan mengawal kirab.
Untuk mengiringi jalannya kirab, berbagai koleksi gamelan istana, seperti Monggang, Corobalen dan lain-lain, serta gamelan pusaka Kiai Kanyut Mesem untuk iringan tari Bedhaya Anglir Mendhung dipersiapkan.***










