OLENAS.ID – Sebuah buku catatan ditemukan di puing-puing bangunan yang luluh lantak di barat laut Suriah. Buku catatan yang belum diketahui siapa pemiliknya.
Organisasi kemanusiaan, The White Helmets, Senin, 13 Februari 2023 memposting beberapa foto di Twitter, yang memperlihatkan saat wilayah itu tidak dirusak oleh perang saudara selama satu dekade.
Salah satu foto itu sebuah buku catatan. Sang penulis mengenang saat merayakan lebaran di kampung halaman bersama sahabat dan orang-orang tersayang.
Dilansir dari CNN Live Update, Selasa, 14 Februari 2023, dalam salah satu entri, penulis mengenang saat merayakan lebaran di kampung halaman bersama sahabat dan orang tersayang.
Penulis menggambarkan kegembiraan Idul Fitri sebagai “seandainya tidak pernah ada habisnya”.
Ia juga menulis tentang kerinduan akan apa yang mereka sebut saat-saat yang telah lama hilang.
Kini, Idul Fitri kini bukan lagi hari tawa, tapi hari air mata dan kerinduan.
Tim penyelamat berharap menemukan penulis buku catatan tersebut.
“Melihat buku catatan itu membuat saya sedih,” kata Muhammad, seorang sukarelawan White Helmets di Jindiris, menurut tweet tersebut.
“Pikiran saya beralih ke anak-anak saya sendiri. Saya tidak berhenti sejenak saat mencari. Harapan kami adalah untuk menemukan seorang anak, wanita, atau ayah dan menyatukan kembali mereka dengan keluarga mereka.”
Semakin Parah
Bagi warga Suriah gempa bumi hanyalah tragedi terbaru dari serangkaian tragedi selama satu dekade.
CNN melaporkan, sebagian besar korban berada di wilayah yang sudah berjuang untuk membangun kembali infrastruktur vital yang rusak berat akibat pemboman udara selama perang saudara negara itu. PBB memperkirakan perang itu telah merenggut nyawa setidaknya 300.000 warga sipil sejak 2011.
Setengah dari 4,6 juta penduduk Suriah barat laut telah dipaksa keluar dari rumah mereka akibat konflik. Saat ini terdapat 1,7 juta orang tinggal di tenda dan kamp pengungsi di wilayah tersebut, menurut badan anak-anak PBB, UNICEF. Tahun lalu, badan itu melaporkan 3,3 juta warga Suriah di daerah itu tidak aman pangan.
“Ini adalah krisis di dalam krisis,” kata Leena Zahra, seorang pekerja kemanusiaan Suriah-Amerika yang berfokus pada peningkatan akses kesehatan mental bagi para pengungsi global.
“Tragedi ini akan berdampak pada anak-anak, seluruh keluarga, beberapa telah mengungsi lebih dari 20 kali. Itu hanya akan menambah dampak psikologis yang telah mereka hadapi.”










