OLENAS.ID – Setelah gempa dahsyat melanda Turki, Senin, 6 Februari 2023, nama Frank Hoogerbeets menjadi viral. Pria itu sudah memprediksi adanya bencana tersebut tiga hari sebelumnya.
Penelusuran tentang sosok Frank tak menghasilkan banyak informasi, semisal tentang keluarga, pendidikan akademik dan lainnya. Dari bio di akun Twitter-nya, hanya disebut dia seorang peneliti di SSGEOS, berdomisili di Belanda.
Frank menuliskan dirinya sebagai peneliti asal Belanda.Ia juga menuliskan wujud keberpihakannya pada alam.
“Utmost respect for planets, especially Earth,” tulis Frank pada bio-nya.
Peneliti alam ini terpantau sudah bergabung di sosial media Twitter sejak Agustus 2021.
Prediksi Frank soal gempa Turki pertama kali dia unggah dalam tweet pada Jumat, 3 Februari 2023, dan menuliskan akan adanya gempa berkekuatan M 7,5.
Empat wilayah dia sebut akan terdampak gempa yakni Turki tengah-selatan, Yordania, Suriah dan Lebanon.
“Cepat atau lambat akan ada gempa M 7,5 di wilayah ini (Turki tengah-selatan, Yordania, Suriah, dan Lebanon),” tweet Hoogerbeets pada 3 Februari 2023 itu.
Berselang tiga hari, prediksi itu jadi kenyataan. Wilayah Turki memang digoncang gempa bahkan getarannya mencapai di Eropa.
Namun prediksinya sedikit melenceng, kekuatan gempa di Turki berkekuatan M7,8.
Setelah terjadi gempa, Frank menyatakan rasa dukanya kepada para korban di Turki dan Suriah : Hati saya tertuju pada semua orang yang terkena dampak gempa bumi besar di Turki Tengah.
Seperti yang saya nyatakan sebelumnya, cepat atau lambat ini akan terjadi di wilayah ini, mirip dengan tahun 115 dan 526. Gempa bumi ini selalu didahului oleh geometri planet yang kritis, seperti yang kita alami pada 4-5 Februari.
— Frank Hoogerbeets (@hogrbe) 6 Februari 2023
Memantau Geometri
Lembaga peneliti SSGEOS merupakan singkatan dari Solar System Geometry Survey, yang memantau geometri antar benda langit terkait aktivitas seismik.
Dalam laman resminya, SSGEOS menuliskan tidak setuju dengan syarat penentuan gempa yang terdiri dari tanggal dan waktu, lokasi, serta besarannya.
“Fokus kami pada gempa dengan magnitudo 6 dan lebih besar, karena gempa bumi dalam kategori ini cenderung lebih sering terjadi saat planet mencapai posisi tertentu di tata surya, yang menjelaskan pengelompokan pada gempa bumi besar dalam suatu waktu tertentu,” tulis lembaga itu.
SSGEOS menjelaskan penemuan geometri di Tata Surya penyebab gempa pertama kali pada 23 Juni 2014. Saat itu terdapat gempa M6 di Pasifik Selatan, lalu diikuti gempa di Pasifik Utara berkekuatan M7,9.
Pada 23 Juni 2014 itu secara bersamaan juga ada fenomena di luar angkasa. Yakni terdapat enam benda langit dalam keadaan konjungsi planet menyatu menjadi segitiga.***










