Beranda Tak Berkategori Mewabahnya Lato-lato Jadi Momentum Pas Untuk Kurangi Ketergantungan Anak Pada Gadget

Mewabahnya Lato-lato Jadi Momentum Pas Untuk Kurangi Ketergantungan Anak Pada Gadget

3
0

Hempri Suyatna

OLENAS.ID – Permainan lawas yang terdiri dari dua bandulan pendulum yang disambungkan seutas tali saat ini menjadi wabah. Memainkannya juga sederhana, dimana cara mainnya dengan membenturkan kedua bandulan tersebut kembali ramai di masyarakat dengan nama baru lato-lato.

Meski begitu, dibutuhkan ketekunan untuk memainkannya dengan lebih menarik dan atraktif.

Lato-lato merupakan fenomena baru di tengah gencarnya permainan daring, yang semula menjadi pilihan anak-anak.

Bahkan saat ini banyak event lomba lato-lato dengan menampilkan berbagai teknik dan kelihaian pemainnya.

Melihat kenyataan yang ada saat ini, pengamat sosial Universitas Gajah Mada (UGM), Hempri Suyatna menilai bahwa permainan tradisional yang sudah dikenal masyarakat sejak 1990-an menjadi momentum pas untuk mengurangi ketergantungan anak terhadap gadget.

Berbicara kepada OLENAS.ID di Jogja, Selasa (10/1/2023) ia berpendapat bahwa permainan ini bisa menjadi momentum pas untuk mengurangi ketergantungan terhadap gadget. 

 

“Jangan-jangan ada juga kejenuhan pada anak-anak dengan permainan gadget dan handhpone sehingga berkembangnya lato-lato menjadi viral,” ujar Hempri.

Ia menilai banyak permainan tradisional yang dulu populer mungkin juga akan menarik perhatian generasi anak-anak, dan bisa menjadi viral.

“Saya kira tahun 1990-an permainan tradisional seperti gundu, tali karet, bola bekel, congklak dapat dimunculkan.”

Menurut Hempri yang juga dosen di UGM, ada banyak sisi positif dari permainan lato-lato ini karena interaksi anak menjadi lebih hidup dan interaktif , melatih ketrampilan tangan dan sebagainya. 

Semua itu tentunya positif sebagia wahana tumbuh kembang anak.

“Nah momentum ini yang sebenarnya bisa menjadi peluang bagi pemerintah. Selama ini kan upaya-upaya pemerintah lebih banyak sekedar menggelar festival permainan tradisional dan sebagainya, tanpa diikuti dengan langkah lanjut.”

“Hal ini yang harus diperbarui misalnya dengan sosialisasi kembali permainan tradisional. Fasilitasi UMKM-UMKM yang bergerak di bidang kerajinan itu, memanfaatkan lembaga-lemnaga di desa seperti kelompok PKK, dan memanfaatkan digitalisasi untuk mempopulerkan permainan tersebut,” pungkas Hempri. ***