Beranda Nasional Jangan Remehkan Nyeri Leher, Bisa Jadi Pertanda Gejala Serangan Jantung

Jangan Remehkan Nyeri Leher, Bisa Jadi Pertanda Gejala Serangan Jantung

1
0

Foto : Ist/net

OLENAS.ID – Jangan sepelekan nyeri leher, karena bisa menjadi gejala kesehatan yang lebih serius, seperti serangan jantung. Ironisnya, kurang dari 30 persen yang menyadari bahwa sakit leher itu juga pertanda gejala serangan jantung.

Umumnya, seperti hasil penelitian NHS, orang mengetahui bahwa nyeri di dada bisa jadi gejala serangan jantung. Namun, 70 persen orang kurang menyadari nyeri leher juga pertanda yang sama.

Pada dasarnya, serangan jantung terjadi ketika suplai darah ke jantung tersumbat, yang dapat membuat jantung kekurangan oksigen dan ini berpotensi menyebabkan kerusakan otot yang serius.

Henti Jantung dan Serangan Jantung

Sebagian orang tidak bisa membedakan serangan jantung dengan henti jantung. Henti jantung biasanya terjadi secara tiba-tiba dan tanpa peringatan dengan penderitanya dapat kehilangan kesadaran dengan cepat.

Selain itu, henti jantung membuat jantung berhenti secara total dan tidak memiliki denyut nadi. Mereka yang mengalami henti jantung biasanya akan meninggal dalam beberapa menit jika tidak menerima perawatan segera. Pasalnya, serangan jantung dapat menyebabkan henti jantung.

Wakil kepala medis Vitalitas Anushka Parchava mengatakan salah satu risiko terbesar dari penyakit kardiovaskular (CVD) adalah kebiasaan merokok.

“Faktor lainnya termasuk kelebihan berat badan dan terlalu banyak minum alkohol. Selain itu, mungkin ada faktor metabolisme, seperti kolesterol tinggi atau diabetes,” ucap Parchava dilansir dari The Sun.

Stres yang tinggi juga dapat menyebabkan tekanan darah tinggi yang merupakan penyebab CVD dan faktor penyebab serangan jantung.

“Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk mengelola stres, mungkin termasuk aktivitas fisik atau menjaga kesehatan mental, menggunakan teknik seperti mindfulness dan meditasi,” lanjutnya.

Dia menambahkan bahwa penting juga untuk mengingat hubungan antara masalah kesehatan mental, seperti depresi, yang dapat berkontribusi pada peningkatan risiko penyakit jantung dan peredaran darah.***