OLENAS.ID – Sebanyak 1,5 ton apem dan dua gunungan apem, ludes diserbu masyarakat yang datang menyaksikan acara Saparan Wonolelo di area Kompleks Makam Ki Ageng Wonolelo, Dusun Pondok Wonolelo, Kalurahan Widodomartani, Kapanewon Ngemplak, Kabupaten Sleman.
Penyebaran apem, yang terbuat dari kelapa dan tepung ketan tersebut, menandai puncak acara Kirab Pusaka Saparan Ki Ageng Wonolelo ke-56. Kirab pusaka tersebut dibarengi kirab gunungan apem, bregada, tari-tarian dan fragmen. Kirab mengambil rute dari Masjid Ki Ageng Wonolelo menuju Makam Ki Ageng Wonolelo.
Agenda tradisi tersebut digelar, guna memperingati dan mengenang, sekaligus mendoakan pendiri Pondok Wonolelo dan tokoh penting yang telah menyebarkan ajaran Islam di daerah tersebut, Ki Ageng Wonolelo.
Baca Juga: Selama 2 Jam Ribuan Warga Dibius Gelaran Jogja Fashion Carnival 2023
Upacara adat ini mampu mendukung keberlangsungan Pondok Wonolelo sebagai desa wisata religius. Serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai pelaku ekonomi.
Tahun ini upacara tradisi Saparan Wonolelo, digelar bertepatan dengan bulan sapar di minggu kedua selama 15 malam. Saparan Wonolelo telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Domain Adat Istiadat Masyarakat, Ritus dan Perayaan-Perayaan pada 2018 lalu.
Apem yang disebarkan dari atas menara dengan cara dilempar ke berbagai arah, akan diperebutkan oleh warga dengan cara ditangkap. Apem dipilih, sebagai simbol sedekah sesuai oleh-oleh yang dipilih Ki Ageng Wonolelo, usai menunaikan ibadah haji kala itu.
Baca Juga: Apri/Fadia, Satu-satunya Wakil Indonesia di Final Kejuaraan Dunia
Tradisi yang digelar sejak 11 hingga 26 Agustus 2023 tersebut, diisi berbagai acara, seperti pengajian, festival apem, pentas seni, pasar malam dan kegiatan lain sebagainya.
“Kenapa apem? Apem sendiri berasal dari bahasa Arab yang berlafal Affum yang memiliki arti permintaan maaf. Maknanya kita harus bisa memaafkan kesalahan orang lain, meskipun orang tersebut tidak minta maaf,” ujar Ketua Trah Ki Ageng Wonolelo, Kawit Sudiyono.
Kawit menyampaikan, baik apem gunungan dan apem yang disebarkan, telah dibungkus plastik satu per satu dengan pertimbangan kebersihan dan kesehatan. Sedangkan sebanyak 1,5 ton apem yang disebar, merupakan buatan warga dari 12 RT di wilayah setempat. Setiap warga mengumpulkan 50 apem, ditambah kiriman apem diluar trah yang juga dibungkus plastik.
Baca Juga: Resep Nasi Goreng Gila Cocok untuk Menu Makan Malam!
“Trah atau keturunan Ki Ageng Wonolelo rutin menggelar tradisi ini setiap tahunnya, termasuk saat pandemi. Meskipun saat pandemi lalu dilakukan secara terbatas, dan hanya di kalangan internal pondok. Maknanya untuk mengenang jasa Ki Ageng Wonolelo yang menyebarkan Islam, mempererat silaturahmi baik sesama trah maupun lainnya dan menggerakkan perekonomian warga sekitar. Jadi disamping spiritual juga ada manfaatnya ekonominya,” tutur generasi kesembilan keturunan Ki Ageng Wonolelo tersebut.
Siapa Ki Ageng Wonolelo? Ki Ageng Wonolelo atau Syekh Jumadigeno, merupakan anak dari Syekh Khaki (Jumadil Qubro), cucu dari Pangeran Blancak Ngilo, dan cicit dari Prabu Brawijaya V. Syekh Jumadigeno, memiliki dua orang adik, yaitu Syekh Wasibageno dan Panembahan Bodo. Setelah memiliki ilmu yang cukup, beliau ditugaskan untuk menyebarkan agama Islam hingga mendirikan pondok Wonolelo.
Hal tersebut dapat dilihat dari peninggalan Ki Ageng Wonolelo seperti Al Quran, potongan mustaka masjid, tombak, tongkat, kopiah dan baju ontrokusumo. Pusaka dan benda peninggalan Ki Ageng Wonolelo inilah yang kemudian dikirim setiap bulan Sapar pada di setiap tahunnya.
Baca Juga: Jaga Ekosistem Ikan Endemic, Kulon Progo Luncurkan Program Jaga Kaliku
Tinah, warga Dusun Pucangan yang mengaku tidak pernah absen mengikuti tradisi Saparan Wonolelo menyebut, selalu datang dan mengikuti acara karena membawa berkah tersendiri baginya dan keluarga. Terlebih apabila berhasil mendapatkan apem Saparan Wonolelo.
Tidak tanggung-tanggung, ia bersama kedua anak remajanya membawa payung agar mendapatkan apem yang banyak saat disebar dari atas. “Dari dulu selalu menangkap apem yang disebar sebanyak-banyaknya. Untuk di makan bersama-sama dan dibagikan saudara supaya berkah. Jadi saya dan anak-anak mencoba menangkap apem sebanyak mungkin,” katanya.***










